OSPEK yang Bermutu, Ketika Anak Pintar Tak lagi Menjadi Badut dan Sandsack

/
0 Comments
Lama tak menulis, kali ini saya terpicu oleh sebuah status  yang di share oleh friend di facebook. Tulisan dia tentang OSPEK kampus dan tampaknya yang bersangkutan adalah orang pro-bullying.

Memang, akhir-akhir ini di timeline Facebook saya banyak berseliweran tulisan-tulisan anti-bullying saat ospek dari beberapa komunitas parenting. Mungkin yang bersangkutan tadi (yang tampaknya adalah mahasiswa yang sedang jadi senior) merasa tersentil dengan banyaknya pernyataan anti ospek dan pernyataan calon mahasiswa baru yang enggan mengikuti ospek.

Saya akan mulai dari membahas pandangan orang tersebut mengenai pro bullying di OSPEK. Menurut beliau, OSPEK adalah ajang mahasiswa baru mengenal kehidupan di teknik nantinya. OSPEK mengajarkan bagaimana mahasiswa beretika, mengikuti peraturan, menghormati orang yang lebih tua, 'tidak pernah melawan kepada yang lebih tua', tidak loyo, dan lain-lain. Menurut beliau, fisik dan mental mahasiswa harus ditempa untuk menjadi orang yang 'jadi'. Sekedar sit up atau push up sebagai hukuman itu tak apa. Dan caranya menyampaikan tak lebih dari sekedar pemikiran yang sangat mentah dari anak bau kencur yang cuma sok sebagai senior. Bahkan mendengarkan psikolog dan sosiolog sebagai patokan dalam menilai OSPEK adalah kesalahan, katanya. Bahwa pengalaman senior jauh lebih berarti. Bahwa senior tahu segalanya. Bahwa 'di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung'. Yang dia tidak tahu adalah bahwa seorang senior di kampus adalah anak bau kencur yang bahkan belum dianggap 'orang' di kehidupan nyata.

Saya langsung emosi bercampur tawa membaca tulisannya.

Memori saya langsung menampilkan kenangan-kenangan di masa orientasi kampus saya, MIPA kimia Universitas Indonesia, 2010 lalu.
Di Universitas Indonesia, kami tak dijadikan badut. Tak ada kaos kaki bola warna lain sebelah, tak ada topi aneh, tak ada dot bayi, tak ada tamparan, tendangan, tak ada benda-benda aneh. Saat saya orientasi tingkat kampus, kami diberi materi oleh orang-orang ternama di indonesia, sosiolog pak Imam Prasodjo, motivasi oleh  Prof. Rhenald Kasali, nonton film sarat makna. Yang cukup menantang adalah tugas, tugas membuat sebuat project proposal berkelompok dengan mahasiswa dari berbagai fakultas berbeda dan kita cari sendiri orang-orangnya. Itu jaman saya, sekarang, anggotanya sudah ditentukan. Di hari H, hal yang harus kami patuhi adalah untuk tidak membawa senjata tajam termasuk gunting kecil, tidak membawa kendaraan bermotor pribadi, dan wajib membawa karton buffalo berwarna merah. Itu digunakan untuk membuat pola, sama seperti maba ITB dan UGM. Tak ada tamparan. Hanya dicekoki dengan semangat membela rakyat. Kami harus menghafalkan lagu-lagu perjuangan mahasiswa.

OKK UI (orientasi tingkat universitas) memang tak seberapa berat. Orentasi yang sebenarnya adalah di tingkat fakultas dan jurusan. Saya di MIPA, yang terkenal paling religius, sama sekali tak mendapatkan kekerasan.

OSPEK di MIPA UI sarat makna. Tak ada tas aneh yang kami bawa. Kami hanya disuruh membuat name tag bertali tiga warna yang dikepang (biru-hitam-kuning, biru hitam adalah warna makara MIPA) bentuknya seperti wayang, selain itu harus membuat scrapbook berbentuk baju, jaket kuning lebih tepatnya. Scrapbook tersebut dibuka di bagian depan kekanan dan ke kiri (seperti jaket kuning), sebelah kiri berbentuk seperti jaket kuning, sebelah kanan dihiasi gambar batik handmade, di belakang ditempel karton biru-hitam. Kami datang jam 6 pagi, pulang jam 5 sore. Tugas, jangan tanya banyaknya. Scrapbook tadi diisi dengan tugas-tugas kami yaitu berbagai essay tentang tanggung jawab mahasiswa terhadap rakyat, tentang kebangsaan, dan lain-lain. Semua tugas ditulis di atas kertas bekas dan tulisan tangan. Selama masa ospek itu pernahkah kami dimarahi? Jelas. OSPEK pasti ada tim Komdis (komite disiplin kalau tidak salah) yang siap sedia memarahi kami kalau datang terlambat, tugas tidak diselesaikan dengan benar, atau bertindak tidak sopan. Apakah dihukum dengan kekerasan? Apa harus sit-up dan push up? Tidak. Sama sekali tidak. Paling dimarahi dengan ceramah singkat. Dan konsekuensinya adalah pengurangan nilai untuk mendapatkan predikat IKM aktif. IKM aktif dibutuhkan untuk dapat mengikuti kegiatan organisasi.

Di tingkat jurusan, tugas yang diberikan lebih spesifik bertema kimia. Name tag yang kami buat berbentuk erlenmeyer. Tugasnya seperti membuat peta departemen kimia, membuat jurnal praktikum dan semacamnya. Tugasnya banyak? tentu. Ada satu tugas lagi selain scrapbook dan name tag, yaitu buku perkenalan. Kami diwajibkan berkenalan dengan senior sebanyak-banyaknya, agar bisa menjadi teman dan saling tolong menolong. Kami mewawancarai semua senior yang ada di departemen kimia sebanyak banyaknya untuk mendapatkan datanya dan tandatangannya. Apakah di bully? dikerjai untuk sekedar mendapatkan tanda tangannya? Tidak sama sekali. Mereka dengan senang hati mau diwawancarai. Dengan cara itu, kami belajar berinteraksi dengan orang yang lebih tua, bukan dalam suasana yang menakutkan, namun lebih sebagai teman. Bagaimana cara menyapa orang yang lebih tua dengan sopan, bagaimana membujuk mereka untuk diwawancarai, serta bagaimana tutur kata dan gesture kita selama wawancara, dapat terlatih disana. Senior itu ada untuk membantu juniornya, bukan untuk menjadi boss.

Apakah selama 3 periode orientasi (universitas, fakultas, jurusan) kami disuruh macam-macam secara fisik? lari keliling lapangan? Ditampar? ditendang? Sama sekali tidak. Paling hanya latihan membuat border alias simulasi demonstrasi, bagaimana cara berdemo pro rakyat yang baik dan anti rusuh. Dan bagaimana melindungi tim yang ikut berdemo jika ada penyusup dan rusuh. Orientasi kami sarat makna, bukan fisik. Karena kami adalah kampus perjuangan.

Apakah selama 3 periode orientasi kami disuruh mengenakan pakaian aneh? Sama sekali tidak. Selama jangka waktu 3 bulan sejak awal orientasi, kami mengenakan pakaian yang super sopan. Di mipa biasanya menggunakan kemeja biru bawahan hitam, atau pakaian putih hitam, atau batik. Bahkan jaman saya dilarang menggunakan jeans untuk kuliah hingga masa orientasi selesai. Harus bawahan bahan biasa dan setiap Kamis diwajibkan menggunakan batik.

Apakah kami dimarahai habis-habisan, dibentak sampai nangis dan tekanan psikologis lainnya? Dimarahi iya, namun dalam kadar yang masuk akal, sangat masuk akal. Komdis akan marah jika tugas yang dikerjakan berantakan atau ada pelanggaran tata tertib. Apakah yang dimarahi hanya si pelanggar? Tidak, tapi kami semua dimarahi, kami semua bertanggungjawab, karena kami adalah satu.
Dimarahi, untuk memberi pelajaran bahwa tugas yang diberikan kepada dosen haruslah sudah sempurna. Laporan praktikum yang jumlahnya luar biasa banyak itu dikumpulkan dalam keadaan sudah lengkap, buatan sendiri, tulis tangan, data sudah benar, dan harus tepat waktu. Dimarahi dan dibentak, adalah dua hal yang berbeda.
Apakah dimarahi, berjam-jam hingga ada yang jatuh pingsan? Tidak. Karena saat awal orientasi, kami diwawancarai riwayat kesehatan masing-masing. Berdasarkan riwayat kesehatan, mahasiswa akan diberi pita yang harus dikenakan setiap kali acara ospek, pita hijau, atau kuning, atau merah. Mahasiswa yang memiliki riwayat penyakit cukup beresiko diberi pita merah. Pita merah dibolehkan keluar dari barisan pada sesi komdis. Jika kemungkinan sesi komdis berlangsung cukup lama dan outdoor, maka pita merah harus keluar saat sesi mulai. Jika pusing, maka tinggalkan barisan dan tim medis akan datang membantu. Apa saat sesi komdis kami dijemur? Ya, ada saatnya dijemur, tapi dijemur di tempat yang tidak terlalu panas. OSPEK di mipa ui jauh lebih friendly dan boleh saya bilang tanpa kekerasan.

Baiklah, mungkin kami di kimia memang tak perlu fisik kuat saat bekerja nanti karena kami akan lebih banyak di laboratorium. Tapi rekan kami di mipa lainnya, geografi, mereka butuh kekuatan fisik. Apakah mereka dibully secara fisik untuk mendapatkan 'kekuatan' fisik itu? Tidak.
Bagaimana cara mereka melatih fisik? Mereka ada jadwal jogging bersama keliling kampus setiap jumat sore. Ya, jogging bersama, dengan cara menyenangkan. Bukan tertekan. Jogging itu dilakukan hingga 1 semester kuliah. Otomatis fisik mereka jadi lebih kuat. Dan itu bukan hukuman. Hukuman mereka pun bukan dengan cara-cara aneh seperti sit up atau push up berpuluh kali.

Jadi apakah alasan 'melatih fisik' dengan bullying dapat diterima? Tidak, masih ada cara lain yang lebih menyenangkan dan jelas lebih efektif.

Kembali ke tulisan yang tadi saya katakan masih mentah pemikirannya, ada satu komentar disana yang membandingkan OSPEK dalam balutan bullying di dalamnya dengan kegiatan pramuka. Pramuka membangun keakraban senior dan junior tanpa kekerasan. teamwork diperoleh bukan karena tekanan. Semua orang tau, pramuka tidak didasari dengan kekerasan, ataupun marah-marah, namun mereka berhasil membentuk keakraban, kecekatan, keterampilan, kekuatan fisik.

Jadi apakah alasan keakraban senior-junior, kekuatan fisik, keterampilan akan diperoleh dengan tekanan/bullying saat ospek itu dapat diterima?

Lalu, apakah sebenarnya ospek itu perlu?
Menurut saya perlu, namun dalam kadar yang normal. Tak boleh ada baju aneh dan kekerasan fisik, serta harus wajar.
Mengapa perlu? Di jepang saja orientasinya ga segitunya loh. Cuma pengenalan kampus.
Ya, kalau hendak membandingkan orientasi di jepang, cina, eropa, dll, dengan Indonesia memang sulit. Kita terlebih dahulu harus melihat pola belajar mengajar di SMA di Indonesia dengan di negara-negara seperti jepang dan eropa. Di negara maju seperti jepang, peralihan dari masa SMA ke kuliah tidak terlalu besar, karena pola belajar mereka dari awal sudah menuntut mereka belajar lebih keras dan mandiri. Di negara lain, ada sistem moving class, yang sama seperti kuliah. Maka tak perlu lagi mereka beradaptasi dengan sistem kuliah. Hanya perlu pengenalan kampus saja.
Pelajar SMA di Indonesia masih sangat dimanjakan oleh gurunya. Bisa saya katakan kahwa pelajar SMA di Indonesia sebagian sangat besar belum mampu belajar sendiri, hanya segelintir SMA yang menerapkan pembelajaran mandiri yang membangun karakter dengan tugas seabrek. Bagi sebagian besar, masa SMA itu adalah masa bermain, santai, belajar tinggal dengarkan guru, semua bahan ada di buku, tugas tinggal copy paste internet. Bahkan mungkin mereka tidak tahu apa itu essay, bagaimana membuat essay yang baik. Dengan ospek, mereka dilatih membuat tugas yang seabrek, menggali informasi, membuat tugas sendiri, merangkai kata-kata secara teratur.
Jika nanti pola belajar SMA dan mahasiswa di indonesia tak lagi jauh berbeda, maka ospek dengan berbagai tugas tak lagi diperlukan. Hanya perlu pengenalan kampus.
Tapi perlu digaris bawahi, OSPEK yang saya maksud di sini adalah ospek seperti yang saya alami, yang sarat makna tanpa pembodohan dari senior dan pemborosan waktu serta tenaga untuk hal yang sia-sia.

Ingat, yang membuat peraturan di kampus adalah dosen dan pihak kampus, Bukan senior. Peraturan yang bodoh dari senior tak akan berguna di kehidupan nyata. Di dunia nyata kalian tidak akan ditampar, ditendang, sit up atau push up jika melakukan kesalahan, pun jika atasan kamu melakukannya, kalian bisa tuntut balik.
Senior bukan tuhan, yang perkataannya tidak dapat ditentang.
Senior yang baik seharusnya menampilkan kewibawaan, kecerdasan, keramahan, bukan sok jago dan sok tau.
Coba tanya ke senior kalian itu, ipk nya berapa? Mana yang dijadikan patokan pertama saat saringan lamaran kerja? IPK atau kekuatan fisik dan sok jago?

Lalu, apakah lebih baik jika tidak mengikuti ospek?
Saya rasa itu bukan ide bagus. Di masa ospek, kalian belajar berkenalan dengan orang baru, belajar membaur. Jika kalian tidak ikut ospek, saya yakin tidak akan banyak orang yang kalian kenal. Seberat apapun tugasnya, coba jalani saja. Jika kalian dapat berteman dengan orang lain, ospek tak akan terasa berat. Kalian akan butuh teman selama masa kuliah nanti. Di masa orientasi (dari ospek yang bermutu tinggi) kalian akan belajar cara belajar di kampus itu.

Kepada semua mahasiswa yang merasa akan jadi senior, belajarlah yang rajin. Jangan sok jago. Sok jago kalian itu tidak akan berguna di dunia nyata. Berilah juniormu itu cara survive di jurusanmu, bukan bagaimana cara menjadi badut dengan alasan peraturan senior adalah mutlak. Tamparlah dirimu sendiri sebelum kau menampar orang lain.

Indonesia harus maju, bukan jalan ditempat lalu mundur ke belakang karena mahasiswanya sok jago, sok tau, jadi badut, dididik dengan kekerasan.


You may also like

Tidak ada komentar:

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.