Lama tidak aktif tulis menulis di blog. Baru kali ini sempat lagi.
Maklum saja ya, anak kuliahan yang nyambi jadi ibu rumah tangga, tugas kuliah bejibun, piring dan baju kotor menggunung, menangis pun tiada guna.

Kali ini saya ingin membagikan kisah masa lalu saya. Masa lalu saya itu penuh lika-liku. "Hidup itu bagaikan sebuah roda pedati" benar-benar terjadi dalam dunia saya. Masa kecil saya mungkin boleh dibilang anti-mainstream. Penuh kejutan dan punya banyak cerita dibandingkan sebagian besar anak seusia saya.

Tulisan mengenai masa lalu ini akan saya bagi menjadi beberapa bagian, semoga menjadi inspirasi bagi kalian yang sedang membangun rumah tangga dari nol (seperti saya sekarang). Karena kehidupan tidak semulus perjalanan cinta remaja kasmaran. Bagian pertama ini akan banyak berisi tentang keluarga saya.

Saya terlahir dari keluarga yang biasa saja. Ayah saya seorang PNS di kantor pengadilan agama di jakarta, yang saat saya kecil masih berada di bawah departemen agama, gajinya kecil. Ayah saya berangkat kerja menggunakan angkutan umum. Dia naik turun kopaja dan angkot, malamnya berkutat dengan mesin tik, menuliskan apa yang tertulis acak-acakan khas tulisan orang tua di map yang dibawanya pulang. Ayah terlahir dari keluarga yang awalnya berada, namun karena entah kenapa kakak laki-lakinya selalu sial, akhirnya satu persatu aset dijual hingga tidak terasa kehidupannya menjadi melarat.
Ayah yatim. Kakek meninggal saat ia masih duduk di bangku kuliah, padahal saat itu dia kuliah di Trisakti yang terkenal bergengsi dan mahal. Tapi dengan bantuan saudara-saudaranya ia berhasil jadi sarjana.

Nenek dari ayah, yang pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya, dulu keluarganya cukup terpandang. Kakeknya ayah dari garis nenek dulu adalah seorang mandor perkebunan karet milik perusahaan dari Belgia yang berlokasi di Sawangan, Depok, sejak akhir masa penjajahan. Nenek saya selalu cerita, bapaknya dulu, tinggiiii sekali untuk ukuran orang kampung. Kalau pergi kerja itu berangkatnya naik kuda putih, katanya. Namun saya tidak pernah melihat fotonya, beliau meninggal sejak lama, dan hanya buyut perempuan saya yang sempat saya kenal, beliau meninggal tepat di usia ke 99, sama seperti namanya.

Ibu saya berasal dari keluarga yang cukup terpandang di sawangan. Kakeknya dulu adalah pedagang paling kaya, yag juga adalah anak dari saudagar paling kaya (dan istrinya banyak) di sawangan. Orang-orang dari Meruyung, Parung, Mampang, belanja keperluan warungnya itu di tokonya! kata ibu saya. Anak dari buyut saya yang tidak bersekolah di pesantren itu hanya 2, salah satunya adalah kakek saya. Oleh karena itu anak-anaknya pun tidak menganut sistem pesantren.

Dari sekian banyak anak buyut saya itu, hanya kakek saya yang tidak nyaman jadi guru. Ia lebih suka membuka usaha. Usahanya tidak langsung berhasil. Dengan kisah cinta si kaya dan si miskin yang klasik, kakek dan nenek saya memulai kehidupan berumah tangga dengan mengontrak kontrakan kecil di pinggir pasar, jauh dari gelimangan harta dan bimbingan uang dari orangtuanya yang kaya. Nenek saya berasal dari keluarga miskin, bapaknya hanya pedagang buah, jauh kekayaannya dari kakek saya, jadi ibunya kakek tidak merestui pernikahan itu. Klasik kan?

Awalnya, kakek saya jadi kuli panggul di pasar itu. Pekerjaannya ya memanggul beras dan semacamnya. Tidak lama, sekitar 1 tahun, ia beralih profesi menjadi petani. Dulu daerah Sawangan Depok masih full sawah dan kebun karet. Profesi itu bertahan tidak begitu lama, karena ada sebuah kejadian, yang katanya ada unsur mistisnya. Rekan kerjanya sebagai petani penggarap tewas di ladang karena meminum pestisida, katanya sih salah ambil botol minum. Yang membuat orang berpikir itu ada unsur mistisnya adalah karena bau pestisida itu yang menyengat, seharusnya tidak mungkin si bapak itu salah menenggak botol minum!

Sisa hasil tani itu dia gunakan untuk membeli lahan di dekat pintu masuk kebun karet, yang sekarang adalah tugu sawangan baru, depok. Di sana, ia membuka toko kelontong. Barangnya diambil dari toko bapaknya, dengan cara hutang. Itu terjadi saat ibu saya masih kecil. Mereka sekeluarga tidur di loteng, sementara di bawahnya adalah toko kelontong. Bukan 2 lantai, namun loteng sederhana. Untung lumayan besar diperoleh saat ada program beras sosial dari pemerintah, saya lupa apa istilahnya, namun ibu saya cerita bahwa dari program itu toko-toko yang diberi jatah beras program akan memperoleh keuntungan. Dari keuntungan itu kakek membeli ayam petelur. Awalnya ayam kampung biasa. Ayam itu kemudian diternakkan, awalnya hanya sebagai hobi. Lumayan telurnya bisa diambil untuk makan. Lama kelamaan ayamnya berkembang biak. Di satu ketika, kakek ke jakarta dan membeli ayam petelur. Nah, ayam itu pun diternakkan dan jadilah berkembang biak cukup banyak. Telur-telur yang dihasilkan diambil dari kandang ayam setiap pagi. Mengambil telur itu adalah tugas ibu dan om saya, yang saat itu masih duduk di sekolah dasar.

Berawal dari kandang sederhana, akhirnya usaha telurnya menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari toko kelontong hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menutup toko dan fokus ke usaha telur.

Usaha telur itu berkembang pesat dan masih bertahan hingga ibu saya lulus SMA. Kakek memasok telur ke berbagai pasar di jakarta, dan sepulangnya mengantar telur, sesekali beliau mampir menjemput ibu saya pulang sekolah. Ibu saya dan 2 adiknya bersekolah di SMA Al Azhar pusat di Kebayoran Baru. Kurang bergengsi apa sekolah itu jaman dulu? Tapi ibu saya masih mau dijemput dengan mobil bak terbuka berisi peti telur kosong, sementara teman-temannya sudah ada yang bawa BMW sendiri. BMW, Mercedes, jaman dulu.

Entah bagaimana mulanya, kakek saya membawa pulang ayam broiler dan mulai menternakkannya di rumah. Itu adalah ayam broiler pertama yang menjejakkan cekernya di Sawangan. Ayam apa tuh, koq bulunya putih semua?

Akhirnya di masa kuliahnya ibu saya, kakek berubah haluan menjadi beternak ayam broiler alias ayam pedaging. Peternakannya maju pesat hingga akhirnya kakek punya usaha peternakan ayam di beberapa lokasi, yang saya ingat ada di Sawangan, yang sekarang di tikungan di pintu masuk perumahan Sawangan Permai, ada dua lokasi di sana, lalu ada di Susukan, dan Citayam. Tanahnya luas-luas. Satu lokasi mempunyai 4-5 kandang, yang per kandangnya dapat menampung ribuan lebih ekor ayam. Di salah satu lokasi, dibuat kolam ikan besar di bawah kandang ayamnya, yang diisi ikan gurame beberapa ribu ekor. Di bidang peternakan, kakek saya adalah peternak terbesar kedua se Jawa Barat saat itu. Saya ingat karena kakek saya pernah diajak pergi ke Thailand oleh dinas peternakan dan perusahaan pakan ternak, entah itu Charoen Phokphand atau Goldcoin saya tidak tahu.

Untuk memotong rantai penjualan, ayam dari kandang dipotong di pemotongan ayam milik sendiri. Ya, kakek saya membuat pemotongan ayam modern, dengan mesin potong yang mampu menghasilkan ayam potong dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Pekerjanya kebanyakan orang jawa. Lokasi pemotongannya ada di Sawangan juga, yang sekarang jadi pemotongan bebek.

Untuk lebih mempersingkat dan mengamankan pasar, di lokasi pemotongan itu dibuatkan beberapa puluh kontrakan kecil untuk para pedagang ayam di pasar. Ya, mereka tinggal di sana, hidup di sana, menjualkan ayam yang dipotong disana. Dini hari mereka ke pasar berjualan ayam, siang hari mereka setor ke kantor. Ibu saya memimpin kantor pemotongan itu, kakek saya mengepalai kantor urusan peternakan, om saya mandor di peternakannya, mengurusi keluar masuk pakan dan obat ayam. Saat itu saya sudah lahir, sudah besar, dan sudah cukup mengerti.
Saya tahu mana truk engkel untuk angkut ayam dari peternakan, saya tahu bagaimana model truk yang digunakan untuk membawa DOC (ayam pitik berumur beberapa hari) ke kandang, saya tau bagaimana kerja mesin dan alur pemotongan ayam modern, saya tau dinginnya cool storage untuk menyimpan beku ayam-ayam yang belum terjual, saya tau betul bau amis pemotongan ayam dan menjijikkannya saluran air di sekitar mesin potong, yang penuh darah dan bulu putih.

Arus keuangan perusahaan saat itu sangat tinggi. Saat harga beras masih 500 perak, kakek saya setoran 2 hari sekali ke bank BNI cabang Mayestik sebesar 18 sampai 30 juta rupiah. Saya ingat betul saya selalu ikut kakek kalau mau ke mayestik, naik sedan Civic build up jepang atau naik Rocky yang gahar. Saya naik ke lantai 2 bank itu yang mana hanya nasabah prioritas yang ada di sana, saya duduk ke meja teller, setelah itu saya diajak nenek belanja sayur dan bahan makanan di pasar mayestik. Terkadang saya dibawa ke bagian daging yang amis, tapi saya tidak merengek minta keluar dari sana. Saya hanya minta dibelikan somay super enak di lantai dasar, atau sate padang, dan minumnya jus alpukat. Lalu solat zuhur di musholla di lantai teratas, yang dulu banyak sekali perempuan tertidur di siang hari di sana. Saking seringnya saya ikut ke pasar mayestik, saya sampai sedih waktu beberapa tahun belakangan ini mampir ke Pasar Mayestik lagi. Ya ampun sudah banyak sekali perubahannya, Esa Mokan dan Esa Genangku jadi mati segan hidup tak mau, area parkir sekarang jadi banyak, Bombay tetap berjaya (ganti nama), pedagang perahu kletek-kletek itu menghilang, pedagang celana dalam di tangga itu ga ada lagi, mushollanya jadi bagus, tapi....kemana tukang somay dan sate padang kesukaan saya?

Masa-masa jaya usaha ini adalah hingga tahun 1998. Oleh karena itu saya beri judul tulisan ini terkait dengan krisis moneter.

Ayam adalah komoditas yang retan. Harganya amat fluktuatif, sampai sekarang. Ibu saya pernah bilang, kalau jantungan, jangan jualan ayam!

Tahun 1997-1998, ketika krisis moneter menerpa indonesia, nilai rupiah terhadap dollar anjlok parah. Hal ini berakibat pada harga pakan ayam yang kian tinggi. Pakan ternak saat itu masih impor, kebanyakan dari Thailand. Oleh karena itu efek imbas kenaikan dollar sangat teramat besar. Harga pakan yang tinggi otomatis harus diimbangi dengan harga jual ayam yang tinggi. Namun harga yang tinggi tidak dapat ditoleransi oleh masyarakat yang juga sedang tercekik inflasi dari komoditas lain. Akhirnya banyak ayam yang tidak terjual. Selain memiliki peternakan sendiri, kakek juga menjadi pembina dan pemasok untuk peternak skala kecil. Mereka yang modalnya kecil sangat kewalahan menanggapi keadaan krisis itu, akhirnya, daripada ayamnya mati karena tidak diberi makan, lebih baik potong saja walaupun ukuran dan usianya belum cukup, lalu jual dengan harga murah asalkan jadi uang. Efeknya.....peternak di bawah tidak mampu bertahan, ayam di kandang banyak yang mati, dijual pun tidak habis terjual karena harga begitu tinggi. Bisa dibayangkan bagaimana efeknya pada perusahaan.

Ada sebuah kejadian yang sangat saya ingat tentang turunnya Soeharto.
Mungkin kalian anak 92 tidak tahu tentang itu selain dari sejarah, tapi saya ingat betul. Saat itu perusahaan seharusnya mengirim ayam ke jakarta, namun urung dilakukan karena kerusuhan. Toko di depan rumah nenek semua tutup dan dicoret dengan tulisan "MILIK PRIBUMI". Saya saat itu seperti biasa, dititipkan di rumah nenek, sementara ibu saya di kantor pemotongan ayam. Tiba-tiba om saya berlari dari kantor peternakan yang letaknya di sebelah rumah nenek. Saya sedang bermain sendiri saat itu dengan boneka kucing saya. Om saya berlari sambil berteriak "SOEHARTO TURUUUN!! SOEHARTO TURUUUUUN!!!". Om saya masuk ke rumah lalu memasang TV keras-keras. Sangat keras karena tv itu terhubung ke speaker macam home teather jadul. Saya masuk ke rumah, berjalan ke kamar mandi yang ada di sebelah ruang TV, dan saya lihat seseorang berpidato di TV. Saya tidak tahu apa maknanya yang jelas om saya entah kenapa sangat senang.

Perubahan besar terjadi setelahnya.
Satu persatu truk engkel dijual. Satu persatu mobil pribadi, termasuk Civic cantik itu juga dijual. Tersisa satu, Taft Rocky, yang pada akhirnya pun harus dijual beberapa tahun setelahnya. Ternyata krisis moneter menyisakan hutang sangat besar kepada berbagai perusahaan pakan ternak, salah satu yang tersisa cukup lama adalah kepada GoldCoin.

Setelah krismon itu peternakan masih mencoba untuk bertahan, meskipun tidak seperkasa awalnya. Hanya sekedar agar tertutupi saja perputaran uang disana. Karena jika tutup, maka perputaran uang akan jadi berhenti dan bagaimana cara membayar hutang?
Karena hutang yang sangat besar, satu persatu lokasi kandang harus direlakan. Sampai saya SMP, dari lebih dari 4 lokasi, yang tersisa tinggal 1 lokasi. Tanah puluhan hektar juga harus direlakan. Hingga akhirnya tidak lama kemudian usaha peternakan resmi ditutup.

Perputaran uang untuk menutup sisa hutang kini bertumpu pada pemotongan.
Awalnya pemotongan dipasok dari peternakan sendiri, kini harus mengandalkan pasokan dari kota lain seperti Sukabumi. Pemotongan itu masih sempat berjaya karena sempat memasok pasokan ayam untuk KFC selama beberapa bulan. Jadi kalau ada yang bilang KFC ayamnya dari Amerika, mereka bohong. KFC itu pakai ayam dari lokal. Untuk wilayah jakarta, pasokan ayam ditampung di KFC-Gelael Tebet. Standar kebersihannya pun sangat tinggi. Selain KFC, pemotongan itu juga sempat memasok boneless sayap untuk Hoka-Hoka Bento. Ada yang tahu, ada menu HokBen ala carte yang bentuknya sayap tanpa tulang, yang diisi dengan daging ayam lagi lalu digoreng? Nah, dulu pemotongan kami memasok sayap itu. Namun hanya beberapa bulan saja.

Di tahun 2002 kalau tidak salah, kami pun harus melepaskan pemotongan itu dijual ke perusahaan dari Singapura, untuk apalagi kalau bukan bayar hutang. Pedagang ayam pasar yang awalnya tinggal disana harus keluar semua dari wilayah itu, digusur. Mereka beberapa ada yang membuat pemotongan sendiri, ada yang sampai saat ini masih berjualan di pasar, dan sempat bertemu ibu saya waktu ibu saya belanja ke pasar.

Sampai tahun itu, tersisa 3 lokasi aset yang masih bertahan. Beberapa tahun kemudian.......
1 lokasi aset kemudian diserahkan ke GoldCoin untuk melunasi hutang, 1 lokasi aset diberikan ke om untuk dibuat usaha lain, 1 lokasi aset dipertahankan karena disanalah kakek saya tinggal. Dengan demikian habislah semua aset yang dimiliki kakek saya selain yang ditinggali sekarang dan satu aset lagi hasil lelang harta keluarga yang disita bank. Puluhan hektar tanah di berbagai tempat lenyap untuk membayar hutang. Usaha puluhan tahun habis dalam waktu kurang dari 10 tahun. Tapi saya bersyukur, hutang kakek saya lunas.

Saya?
Saya adalah cucu pertama, semua yang saya minta pasti diberikan. Dulu saat kakek saya masih jaya, setiap nenek ke pasar Mayestik, satu dua lembar baju pasti ada yang dibelikan untuk saya. Namun setelah itu? Tidak ada. Yang paling menyedihkan adalah dulu saat semua mobil cantik itu masih ada di garasi, saya selalu ikut kemana kakek nenek saya pergi, dan saya tidur di jok belakang. Namun setelah itu, kakek nenek saya pergi kemana-mana menggunakan angkot. Sesekali saya pun ikut dengan mereka meskipun naik angkot. Meskipun mereka tidak mengatakannya, namun saya merasakan pedihnya jatuh dalam usaha.

Tapi apakah kakek saya kapok menjalankan usaha?
Tidak. beliau masih aktif usaha sampai hari ini. Beberapa tahun lalu masih sempat membuka mini market sendiri. Otaknya masih lebih encer dalam berhitung daripada saya. Intuisinya masih sangat cermat dalam melihat peluang usaha. Ia mengubah halaman depan rumahnya yang luas menjadi lapak-lapak usaha yang disewakan. Rumahnya yang berada di segitiga emas Sawangan membuat lapak itu selalu ramai. hasilnya sangat lumayan. Belasan juta perbulan, hanya dengan duduk manis menagih uang sewa. Bahkan lebih besar pendapatannya dibandingkan pendapatan ayah saya. Meskipun demikian terkadang terasa sedih juga melihat perubahan drastis roda kehidupan yang dialami kakek nenek saya di usia senja.

Kakek saya adalah contoh panutan dalam berusaha. Beliau tidak pernah putus asa, meskipun sempat jatuh. Beliau tidak pernah dendam, meskipun pernah diguna-guna oleh orang yang pernah ditolongnya. Beliau visioner, berani bermimpi dan menetapkan visi misi bertahun-tahun ke depan, tidak hanya saat ini.

Saya masih terus berusaha darinya. Saya hanya berharap kakek nenek saya panjang umur, hingga bisa melihat saya sukses dan memberikan sesuatu pada mereka. Namun saat ini yang bisa saya berikan kepada mereka hanya kelulusan saya dari UI tepat waktu. Ya Allah, semoga mereka masih bisa melihat saya lulus dari S2 UI tepat waktu juga. Aamiin.
Honeymoon? harus banget?
Sebagai orang yang baru nikah, kalau ketemu temen, pasti ada aja yang nanya 'honeymoon kemana ki?'.
honeymoon kemana ya?
ke rumah aja ah.
mungkin saya dan suami adalah satu pasang dari segelintir pasangan yang ga ngambil cuti menjelang dan pasca hari pernikahan.
Sabtu pagi nikah, kamis malam saya masih maksa masuk kuliah jumatnya karena ada praktikum sampai jam 3 sore. Meskipun akhirnya setelah melalui perdebatan panjang dan diceramahi panjang lebar oleh para tetua, saya urung bepergian di jumat itu. Suami pun sama, ga berani minta libur karena baru mulai kerja, tapi dikasih libur jumatnya oleh editornya.
Seninnya?
saya kuliah, suami kerja.
selasanya?
saya ujian, suami kerja luar alias liputan.
life must goes on guys.
bukan berarti setelah menikah lalu hidup kita akan penuh bunga-bunga, manis-manis gitu, malah kebalikannya. setelah menikah semua pola hidup lo akan berubah.

honeymoon?
nanti aja. ada hal esensial lain yang lebih penting daripada menikmati manisnya hidup beberapa hari di pinggir pantai.
Apa itu? Keluarga.
Mungkin karena saya terlahir dan besar di keluarga berbudaya betawi, yang mana slogannya 'makan ga makan, ngumpul', maka keluarga lah yang menjadi fokus utama keluarga kami. Orang yang baru masuk ke keluarga ya harus mulai dibawa masuk, melebur dengan keluarga. Maka sesuai adat, minggunya, sehari setelah akad nikah, saya keliling rumah saudara, membawakan kue dan makanan, door to door. Lalu setelah itu giliran saya yang dibawa 'masuk' ke keluarganya, dengan acara 'ngendong tiga hari' (tujuh hari kalau untuk saya), setelah itu nginep di rumahnya hampir tiap weekend.

honeymoon tiga hari, pulang ke jakarta jadi males kerja karena keenakan liburan. biasa itu.

ketika kita mulai menikah, minggu pertama hingga minggu ke empat itu esensial dalam mengatur ritme kunjungan ke orangtua kedua belah pihak, supaya mereka ga kangen berat. bahkan terkadang untuk jalan ke mall berdua aja harus kita kesampingkan untuk menemani orangtua atau justru ke mall nya bareng orangtua. menikah itu kan bukan untuk menikmati hidup berdua saja, tapi juga untuk memberikan kebahagiaan untuk orangtua. Orangtua ga butuh pemberian berupa materi, dengan kunjungan rutin pun itu membahagiakan mereka.

setelah menikah, pola hidup berubah.
pagi-pagi harus bangun lebih pagi dan lebih buru-buru dari mama, siapin sarapan, bikinin menu yang beda buat bekal suami ke kantor dan bekal saya ke kampus, berusaha mandi secepat kilat, ngatur jam nyuci baju ditengah kesibukan kuliah sambil kerja.
dan yang paling menyenangkan, nunggu suami pulang kerja, cium tangannya, bawain tasnya, nemenin dia makan malam sambil jaga porsi dan nutrisi makanannya (jangan sampe dia makan kebanyakan larut malam begini atau minum yang manis-manis).
itu lebih esensial dibandingkan bermanis-manis tiga hari di pinggir pantai.

buat cewek yang ga bisa honeymoon karena duitnya kurang, ga usah ngerengek ngambek pengen ke bali sebelum hamil.
nerima duit pertama dari suami pas dia gajian itu senengnya luar biasa loh. dan disitu kalian diajak mikir, 'duit kita cuma segini ya? padahal kita butuh nabung buat beli rumah'.
karena menikah itu bukan cuma 'jalan-jalan nginep berduaan ngapain aja halal', namun juga harus menjadi lebih bijaksana. jalan-jalan boleh, tapi, sampe akhir bulan ada uang ga? buat listrik? internet cepet? bolt? makanan sampe akhir bulan? ongkos kamu, ongkos aku?

tiap malam bisa jadi honeymoon koq buat pengantin baru, asalkan ikhlas dan dibawa enjoy aja.
honeymoon, silahkan aja. yang ga bisa honeymoon, woles aja. yang ga punya duit, ga usah ngerengek.
Setelah lama tak punya waktu untuk menulis pengalaman, akhirnya hari ini kesampaian juga. Terakhir menulis adalah beberapa minggu setelah tunangan, sekarang nulis lagi beberapa minggu setelah menikah. :)

Jumat itu saya, yang kebetulan sedang libur kuliah, iseng ikut suami tugas meliput sebuah cafe di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan. Fingertalk Cafe & Workshop, katanya. Suami saya adalah seorang wartawan di salah satu media online. Tugas tematiknya minggu itu adalah tentang kedai unik. Berhubung liputannya belum ditayangkan, jadi saya tidak bisa menayangkan foto yang kami ambil tadi.

Hari masih pagi saat kami berangkat menuju kesana, jam 9 pagi. Kami mengandalkan arahan mbak google maps karena kebetulan saya belum paham betul seluk beluk Pamulang. Mbak Google Maps mengarahkan kami melewati jalan kecil dan berliku, sampai-sampai saya sangsi apakah si mbak maps menunjukkan jalan yang tepat. Namun ternyata si jalan kecil tadi bermuara di jalan yang lebih besar, cukup besar, bisa dilewati 2 mobil pas-pasan. Saya lebih dulu melihat papan nama Fingertalk Cafe yang berada di sisi kiri jalan dibandingkan suami saya.

Ketika masuk, suasana masih sepi. Wajar, saat itu baru jam 10 pagi. Cafe baru buka. Fingertalk terlihat seperti rumah tradisional bernuansa modern. Lapangan parkir, pepohonan seperti di rumah, dan lapangan rumput di tengah bangunan yang membentuk letter U. Rumahnya model jawa tradisional, dengan banyak bagian terbuka dan di desain cukup homey. Mejanya tidak banyak. Dan.....sepi. Sepi, tak banyak suara.

Saat baru tiba, kami cukup lama berada di parkiran, karena menunggu teman liputan suami saya. Sampai akhirnya seorang laki-laki menyambut kami dari arah dalam cafe. Ketika masuk, suami saya menanyakan apakah manager cafe itu ada kepada pelayan, namun, tidak ada yang merespon. baru setelah suami saya memperjelas dengan tulisan, mereka mengarahkan kami ke seorang ibu paruh baya yang sedang berbincang di meja tengah. Dengan gerakan, pelayan perempuan mempersilahkan saya untuk duduk.

Suasananya sepi, tidak berisik seperti cafe pada umumnya.
Mengapa sepi? mungkin karena tak banyak yang bicara.
Alasan kami datang kesini adalah karena konsepnya. Fingertalk Cafe adalah cafe yang seluruh pelayannya adalah penyandang tuna rungu. Saya ingin ikut datang kesini karena saya penasaran dengan konsep dan bagaimana caranya pelayan dan pelanggan berinteraksi.

Di setiap meja, terdapat satu kertas di-laminating yang terlihat seperti kolase foto. Berisikan gambar foto beberapa bahasa isyarat. Di kertas itu kita bisa belajar bagaimana mengucapkan maaf, meminta tolong, minta minuman, minta teh, kopi, meminta tagihan, mengucapkan terima kasih, dan berbagai kata sederhana dalam bahasa isyarat yang mungkin kita gunakan untuk berkomunikasi dengan pelayan cafe. Cara memilih menunya sama saja, kita menuliskan menu pilihan di kertas yang disediakan. Pilihan menunya ya cafe lah. harganya pun standar cafe, bukan kaki lima.

Suami saya mengobrol dengan ibu paruh baya itu, karena kebetulan pemilik cafe & workshop ini sedang tidak berada di tempat. Dari ibu itu, suami saya memperoleh booklet Fingertalk cafe & workshop.

Fingertalk cafe & workshop tersebut didirikan oleh seorang wanita muda pemerhati penyandang tuna rungu. Beliau tertarik dengan bahasa isyarat karena waktu kecil orangtuanya membawanya ke tempat bakti sosial dan seorang penyandang tuna rungu mengajarkannya mengeja namanya dengan bahasa isyarat. Untuk apa mendirikan cafe dan workshop? Tidak lain tidak bukan adalah membantu menyejahterakan para penyandang tuna rungu dengan memberi mereka pekerjaan, memberi ruang untuk mereka berkarya. Di tempat itu, para penyandang tuna rungu dapat bekerja menjadi pelayan cafe, koki, ataupun menjahit dan membuat handycraft. Ya, selain menjual makanan, mereka juga menjual pernak pernik hasil karya para penyandang tuna rungu.

Saat membaca booklet itu, saya terhenyak.
Ya, memang benar. Nyaris tidak ada pekerjaan tersedia untuk mereka yang tuna rungu di kota besar seperti ini. Mau jadi apa? pekerja kantoran? Lulusan strata satu yang normal saja belum tentu bisa masuk perkantoran besar. Petugas Transjakarta? Saya rasa akan sulit. Yang masih mungkin adalah cleaning service. Namun dari segelintir kemungkinan itu, tidak ada yang bergengsi. Hanya penyandang tuna rungu yang beruntung saja, yang memiliki dukungan finansial, support, serta bakat yang mampu muncul ke permukaan. Sisanya?

Sambil menunggu pesanan saya datang, saya berpikir jauh. Apabila saya di posisi mereka, apa yang akan saya lakukan? Apakah saya dapat berguna bagi orang lain jika saya seorang tuna rungu?
Bukan saya iba pada mereka, para pelayan cafe itu, melainkan salut. Salut kepada mereka yang berani untuk tampil ke depan, melayani orang 'normal'. Bukanlah suatu hal yang mudah untuk berkomunikasi jika anda seorang tuna rungu. Karena tidak semua orang normal cukup 'normal' untuk tidak nyinyir ataupun menghina. Namun mereka berani, tanpa malu-malu lagi, tidak minder, menunjukkan bahwa mereka bisa mengerti dan melayani pelanggan, yang normal, yang berbeda dengan mereka.

Ketika saya melihat ke kertas bahasa isyarat di atas meja, saya berpikir, alangkah tertutupnya dunia saya, alangkah tertutupnya dunia mereka, sehingga tidak ada satu kata pun dalam bahasa isyarat yang saya bisa tirukan.

Ya, dunia mereka terlalu jauh dari dunia 'orang normal', sampai sangat sedikit orang yang memahami bahasa isyarat. Bahkan hanya TVRI saja yang menayangkan berita dengan bahasa isyarat di bawahnya. Alangkah sempitnya dunia mereka dibandingkan dunia 'orang normal'. Mengapa tidak ada informasi mengenai bahasa isyarat untuk anak sekolah? Mengapa tidak ada pengajaran mengenai bahasa isyarat di pendidikan umum? Setidaknya, jika ada pendidikan bahasa isyarat untuk umum, biarpun sebentar, kita dapat 'berbicara' dengan mereka, memahami maksud mereka, tanpa perlu kertas. Jika saja demikian, tidak ada jurang pemisah sebegitu jelasnya yang memisahkan dunia 'orang normal' dengan dunia penyandang tuna rungu. Jika saja demikian, mereka tidak akan 'terkucilkan' oleh masyarakat awam.

Lewat tempat ini, saya menyadari bahwa saya benar-benar belum ada apa-apanya. Saya paham bahasa inggris, dapat berbicara dengan orang asing namun saya tidak bisa bicara dengan penyandang tuna rungu yang adalah orang indonesia juga. Saya bahkan tidak pernah bertemu penyandang tuna rungu sebelumnya, dan tidak pernah berkunjung ke panti atau bakti sosial sekalipun! Saya belum pernah berusaha masuk ke dunia mereka! Padahal mereka ada di sekitar kita.

Gadis yang melayani saya sangat ramah. Mungkin sudah lumrah bagi mereka jika orang lain tidak begitu mengerti maksud mereka, namun ia tetap tersenyum manis. Saya mencoba untuk menggerakkan tangan saya mengikuti gerakan yang ada di kertas itu saat saya meminta tagihan. "Berapa?" kata saya sambil menggerakkan tangan. Mungkin gerakan saya kurang jelas, salah, atau mungkin dia tidak fokus, saya pun mengulangi gerakan saya sambil berkata, berapa. Gadis itu mengerti dan sambil tersenyum ia berlari ke belakang meja lalu menghampiri saya sambil membawa tagihan. Saat ia memberikan kembalian, saya mengucapkan terimakasih, namun saya lupa menggunakan bahasa isyarat seperti di kertas. Tapi dia mengerti dan mengucapkan 'sama-sama' dengan caranya.

Saya tidak iba pada mereka, saya salut.
The number of people who don't understand this is too damn high!
Saya tertawa melihat gambar ini di 9gag pertama kali. Tapi komentar 9gag user lainnya justru membuat saya lebih tertawa "the number of people who don't understand this is too damn high". Ya, benar sekali. Terdapat banyak sekali orang yang tidak mengerti bahwa sebenarnya Dihydrogen Monoxide atau dalam ejaan bahasa Indonesianya dihidrogen monoksida itu adalah air. Penamaan resmi untuk air memang dihidrogen monoksida atau bisa disingkat DHMO. Lucunya, di luar sana, ada hoax yg mengatakan DHMO itu berbahaya, namun yang lebih lucu lagi ada orang yang percaya.

Nah, memang kenyataannya semua hal yang berbau kimia ditakuti oleh masyarakat awam. Apapun itu, kalau diganti dengan bahasa ilmiahnya, akan jadi 'berbahaya', atau justru sebaliknya, menjadi 'berkhasiat'. Dalam beberapa hal juga bisa dijadikan sebagai cara untuk menyembunyikan image buruk. Sebagai contoh, yang diketahui secara umum sebagai penyedap rasa adalah 'monosodium glutamat'. Namun di beberapa produk makanan, tertulis 'mononatrium glutamat'. Kalau orang awam, pasti yakin bahwa makanan itu aman dikonsumsi karena tak mengandung MSG. Padahal, Natrium itu ya sodium. Monosodium glutamat ya mononatrium glutamat. Sodium adalah nama lain natrium, unsur yang berlambang Na. Di amerika dan beberapa negara eropa, mereka menggunakan nama sodium, bukan natrium.

Satu-satunya cara agar tak dibodohi oleh pedagang adalah dengan mengerti. Maka, mari kita pelajari dasar-dasar penamaan senyawa kimia. Penjelasan di dalam tulisan ini lebih ditujukan kepada siswa SMA ya.

Pertama, mari mulai dengan mengenal tabel periodik.
Tabel Periodik Unsur
Kita kupas sedikit terlebih dahulu tentang tabel periodik. Tabel periodik memiliki 18 kolom dan 7 baris. Dua baris tambahan di bawah sebenarnya adalah unsur yang terletak di antara Ba dan Hf (golongan Lantanida) dan antara Ra dengan Rf (golongan Aktinida).

Kolom (dari kiri ke kanan) menunjukkan golongan, sementara baris (atas ke bawah) menunjukkan periode. Golongan dalam tabel periodik menunjukkan kemiripan sifat, sementara periode menunjukkan kenaikan massa atom unsur. Untuk mengetahui golongan dan periode, lihat saja di bagian atas tabel tersebut.
dua sistem penomoran yang biasa digunakan
Pada gambar di atas, terlihat ada beberapa nomor di atas unsur di urutan teratas. Sistem golongan 1-18 digunakan berdasarkan sistem IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) yang baru. Sementara sistem A-B-A digunakan berdasarkan sistem CAS (Chemical Abstract Service). Indonesia menggunakan sistem A-B-A dari CAS seperti halnya di Amerika. Jadi, umumnya di Indonesia, unsur Fosfor (P) berada di golongan VA, bukan 15.

Berdasarkan sistem CAS, unsur terbagi atas 2 blok yaitu blok A dan B. Dua golongan yang paling kiri adalah golongan IA dan IIA, mulai dari unsur Sc (Scandium) hingga unsur Zn (Zinc/Seng) dan unsur di bawahnya adalah golongan B. Boron (B) hingga ke ujung kanan adalah golongan IIIA hingga VIIIA.

Sekarang mari mengenal nama unsurnya.

Apa saja unsur di golongan IA?
Unsur golongan IA
unsur golongan IIA
Di golongan IA ada dua unsur yang punya nama lain, yaitu Natrium-Sodium dan Kalium-Potassium.
nama unsur yang sering kita dengar dan lihat lainnya :


Unsur-unsur golongan IA (kecuali Hidrogen), IIA dan IIIA (kecuali boron) merupakan logam. Sifat khas dari logam adalah jika menjadi ion, bentuk ionnya memiliki muatan positif. Unsur golongan B disebut juga logam transisi.

Sama seperti logam golongan A, logam transisi (golongan B) juga memiliki muatan positif ketika berubah menjadi ion.Logam golongan B banyak digunakan sebagai campuran barang-barang berbahan logam yang sehari-hari ada di sekitar kita.
Beberapa Unsur Golongan B
Beberapa Unsur golongan B
Merkuri memiliki nama lain yaitu raksa atau Hidrargirum.
Besi dan tembaga, biasanya yang digunakan dalam bahasa indonesianya adalah versi bahasa Indonesia yaitu Besi dan Tembaga, bukan Ferrum/Ferrous dan Cuprum/Cuprous. Namun di beberapa kondisi seringkali digunakan 'ferro-ferri' dan 'cupro-cupri' yang spesifik untuk menunjukkan kondisi biloks logam di senyawa itu.

Setelah mengetahui nama-nama unsur, kita juga harus mengetahui mana unsur yang logam dan mana yang non logam. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, unsur golongan I A (kecuali hidrogen), IIA, IIIA (kecuali boron), dan golongan B adalah logam. Sementara unsur-unsur yang bersifat nonlogam berada di sebelah kanan, yaitu golongan IVA hingga VIIIA dan hidrogen.
Boron, silikon, dan beberapa unsur lain (lihat tebal peridok, terdapat pola warna tersendiri bagi beberapa unsur tersebut) digolongkan ke jenis metaloid. Metaloid artinya sifatnya ditengah-tengah antara logam dengan nonlogam.

Lalu apa perbedaan dari logam golongan A dan B?

Logam golongan A, akan berubah menjadi ion positif dengan muatan yang sama dengan golongannya. Sebagai contoh, atom unsur Kalium jika berubah menjadi ion akan menjadi K+ (memiliki muatan +1) sementara atom unsur magnesium akan menjadi ion Mg2+ (memiliki muatan +2). Sementara logam golongan B dapat berubah menjadi bermacam-macam muatan sesuai dengan bilangan oksidasinya. Hal ini juga bergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh, atom unsur besi memiliki 3 jenis ion, ion Fe2+, Fe3+, dan Fe4+, bergantung pada keadaan oksidasi atomnya saat itu. Mangan memiliki lebih banyak lagi variasi, bisa Mn2+ sampai Mn7+.

Karena perbedaan bilangan oksidasi (bisa dilihat dari muatan ketika menjadi ion) antara logam A dan B itu, penamaannya pun menjadi berbeda.

Untuk golongan A :

Nama logam___Nama nonlogam+ida

sebagai contoh :


  1. NaCl : Natrium Klorida
  2. MgO : Magnesium Oksida
  3. K2O : Kalium Oksida
  4. AlCl3 : Aluminium klorida
  5. Al2O3 : Aluminium Oksida

 untuk logam golongan A, berapapun jumlah logam dan nonlogam yang berikatan membentuk senyawa, tidak disebutkan ke dalam penamaan.

Untuk golongan B :

Nama logam__(biloks)__Nama nonlogam+ida

contoh :

  1. Fe2O3 : Besi (III) Oksida
  2. TiCl4 : Titanium (IV) Klorida
  3. CoCl2 :Kobalt (II) Klorida
  4. MnO2 : Mangan (IV) Oksida
  5. CuS : Tembaga (II) Sulfida 
Untuk memberi nama golongan B ini, terlebih dahulu kita harus memahami cara menentukan biloks. Nanti di bahas di sesi yang lain ya.

Pada golongan A, kita tidak perlu menuliskan biloksnya, karena sudah pasti. Na biloksnya dalam senyawa pasti 1, Ca pasti 2. Sementara untuk golongan B, kita tidak akan tahu senyawa yang kita maksud memiliki rumus senyawa seperti apa karena tidak tahu biloks logamnya berapa. 

Misalnya kita menyebutkan Mangan Oksida, nah loh, rumus molekul yang dimaksud itu apakah MnO, MnO2, atau yang bagaimana? Karena itu, penyebutan biloks sangat penting untuk golongan B.

Nah, bagaimana dengan senyawa yang semuanya nonlogam?

(jumlah atom1)Nama nonlogam1__(jumlah atom2)Nama nonlogam 2
jumlah atom disebutkan dengan :
mono untuk 1 atom
tri untuk 3 atom
tetra untuk 4 atom
penta untuk 5 atom
dan seterusnya

jumlah atom1 maksudnya adalah jumlah atom unsur yang berada di depan, bisa dilihat dari angka yang ada di sebelahnya.

contoh :


  1. H2O : dihidrogen monoksida / air (hidrogennya ada 2 atom, oksigennya ada 1 atom)
  2. PCl5 : Fosfor Pentaklorida (satu atom fosfor mono di depan tak usah disebut, klor ada 5)
  3. CO : Karbon Monoksida (satu atom karbon, satu atom oksigen)
  4. N2O5 : Dinitrogen pentaoksida (2 atom nitrogen, 5 atom oksigen)
  5. CCl4 : Karbon tetraklorida

Sekarang, bagaimana kalau di dalam senyawa tersebut terdapat lebih dari 2 jenis unsur, misalnya CaSO4?

terlebih dahulu kita harus mengenal beberapa ion poliatom yang sering muncul. Berikut saya rangkumkan beberapa nama ion poliatom :


untuk ion dari golongan VIIA dengan bentuk seperti perklorat, klorat, klorit dan sebagainya, penamaannya persis yang di atas, hanya tinggal mengganti kata unsurnya saja. Misalnya, BrO3- namanya adalah bromat.

Penamaannya sama dengan aturan untuk golongan A dan B, hanya mengganti nonlogamnya dengan nama ion.

sebagai contoh :


  1. K2BrO3 : Kalium bromat
  2. Fe(ClO3)3 : Besi (III) klorat     (besi tetap menggunakan aturan golongan B, menggunakan biloks)
  3. Ca(OH)2 : Kalsium Hidroksida
  4. KMnO4 : Kalium Permanganat
  5. Cr(OH)3 : Krom (III) hidroksida
  6. AgCH3COO : Perak (I) Asetat
Lalu bagaimana dengan senyawa yang memiliki unsur H didepannya seperti H2SO4?
Senyawa kimia ada yang bersifat asam ada yang sesifat basa. Senyawa yang melepaskan ion H+ disebut dengan asam, maka :

  1. H2SO4 : Asam sulfat (karena melepaskan H+ dalam air)
  2. HNO3 : Asam Nitrat
  3. CH3COOH : Asam asetat (jika dalam air menghasilkan CH3COO- dan H+)
Terkadang, untuk beberapa unsur yang memiliki nama lain seperti Fe, Cu. Pb, kita menyebutnya dengan nama spesifik, tanpa perlu menyebutkan biloksnya.
Untuk senyawaan besi yang mengandung besi dengan biloks 2+, kita bisa mengganti namanya dengan "Ferro", sementara untuk besi dengan biloks 3+  bisa kita ganti dengan "ferri".
Contoh :

FeSO4 : Ferro sulfat
Fe2(SO4)3 : Ferri sulfat

Untuk senyawaan tembaga, senyawa yang mengandung Cu+ bisa disebut dengan "cupro/kupro" sementara Cu2+ dapat diganti dengan "Cupri/kupri".
jadi :

CuCl : Cupro klorida
CuCl2 : Cupri Klorida

Demikian juga dengan timbal, Pb, Pb2+ bisa disebut dengan "Plumbo" sementara Pb4+ disebut dengan "Plumbi".

Sampai disini, apakah sudah cukup jelas?
Semua penjelasan di sini memang hanya dasar-dasarnya saja. Senyawa di sekitar kita lebih kompleks dari ini. Terkadang suatu senyawa juga disebutkan dengan nama jual atau nama umum. Karena itu, harus terus belajar dan membaca lebih banyak lagi. 

Kalau ada yang salah, belum mengerti, atau butuh soal latihan, jangan sungkan untuk komen di bawah atau email saya langsung.
Sampai jumpa di bahasan selanjutnya.
 :)


Rizkyana Avissa, perempuan kelahiran Bogor, Desember 1992 punya berbagai macam nama panggilan. 

Sewaktu kecil, nama panggilan pertamanya adalah Kiky, beranjak SD di SDIT Al-Muhajirin, ternyata ada seorang anak laki-laki yang juga panggilannya adalah kiky, akhirnya nama panggilannya berubah menjadi kata depan namanya, Rizkyana. Setelah SMP di SMP 131 Jakarta, teman-teman barunya agak sulit melafalkan 'rizkyana' sehingga panggilannya dipersingkat menjadi Rizky. Nama panggilan itu juga terus digunakan saat berpindah tempat tinggal ke negeri yang asing, Tahuna, ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe. 
Hidup berpindah-pindah berkeliling Sulawesi Utara, nama panggilannya berubah lagi karena teman-teman baru di SMPN 2 Kotamobagu mengatakan namanya seperti laki-laki. Akhirnya nama panggilannya diubah menjadi Kiky, seperti panggilan pertamanya. Nama kiky memang lebih mudah dilafalkan, jadi nama panggilannya selama SMA di SMAN 9 (binsus) Manado, kuliah di jurusan Kimia Universitas Indonesia angkatan 2010-2014, hingga sekarang adalah Kiky.

Lulus kuliah di tahun 2014, Kiky mencoba hal baru yaitu menjadi fundraiser di salah satu organisasi kampanye perlindungan alam internasional selama satu bulan. Lalu kembali ke pekerjaan awalnya sebagai pengajar di sebuah bimbingan belajar khusus SMA yang sudah ditekuninya sejak tahun 2011. Di bimbingan belajar itu, Kiky menjadi pengajar Fisika dan Kimia.

Saat ini, Kiky sedang sibuk kuliah lagi di Jurusan Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Semoga angannya menjadi researcher bidang infectious disease di lembaga pemerintah dapat tercapai 2 tahun lagi.

Di tengah kesibukan, waktu luangnya sering dihabiskan untuk berpikir, berpikir apa saja yang dapat dipikirkan. Karena itu terciptalah blog ini, untuk sekedar menuangkan kata-kata yang tersusun secara otomatis di dalam benak. 
Di waktu senggang yang memungkinkan untuk jalan-jalan, kiky sering mengunjungi tempat-tempat wisata alam, terutama curug atau air terjun. Air terjun dan pantai adalah tempat favoritnya, karena suara gemuruh dari air terjun dan deburan ombak terasa sangat menenangkan. Namun untuk saat ini, karena tinggal di Depok, air terjun yang sering didatangi adalah di sekitaran Bogor. Lain waktu, kalau sudah menikah baru bisa menjelajah lebih jauh lagi.

Butuh kontak dengan saya?
silahkan email ke
rizkyana.avissa@sci.ui.ac.id
atau di facebook Rizkyana Avissa
Saya menulis ini bukan untuk menyinggung anda yang tersentil. Hanya saja, hati saya tergelitik oleh kebodohan 'para pemilik modal' kelas teri dan cupang yang semakin banyak dan semakin tersebar di indonesia. Saya hanya ingin mengetuk logika para pemilik modal lainnya, supaya lebih cerdas dan bijak dalam berinvestasi.

Sudah pernah melihat promo investasi dalam bentuk uang? Tanam modal sekian, akan dikembalikan sekian kalinya dalam waktu sekian bulan. Atau tanam modal sekian, akan diberi komisi sekian belas-atau-puluh persennya setiap bulan. Atau cara lainnya.

Apakah anda pernah ikut investasi macam itu?

Di dekat rumah saya ada seorang tukang bubur yang kini membuka jasa investasi. Tanam modal kelipatan 10 juta, akan mendapatkan keuntungan investasi 10% perbulannya. Wow.
Modalnya itu digunakan untuk membuka berbagai lini usaha, yang entah saat ini semua masih berjalan atau tidak. Keluarga saya berkali-kali dibujuknya untuk menanam modal. But no one of us tertarik. Karena kami masih cukup cerdas untuk mengenal yang namanya riba dan kebodohan.
Namun ternyata dia bisa menggaet investor kelas tongkol, tanam modal 500juta.
Sekali waktu, om saya iseng bertanya pada bawahan si tukang bubur, bagaimana mereka memutar modal orang2 yang berinvestasi.
Ternyata mereka memberi pinjaman kepada pedagang-pedagang kecil, 1 juta per orang, lalu dicicil selama 40 hari. Jika dihitung, nilai yang harus dikembalikan mencapai 120% dari yang dipinjamkan.
Rentenir kah ini? Riba sih pasti. Bank aja cuma 10-12% (kpr).

Itu baru yang sistem pengembaliannya dicicil dengan keuntungan 10%.
Bagaimana dengan yang mengembalikan 2x lipat dalam waktu 1-3 bulan?
Lini usahanya apa? Pertanian? Perkebunan? Tambang emas? Atau renternir juga?
Ingat, semua usaha, jika kita melakukan usaha sendiri, tidak mungkin memperoleh keuntungan 2x lipat dari modal. Misalkan bertani, tanam buah naga dengan modal awal tanah, kayu atau beton, besi, dan bibit serta pupuk, modal awalnya misalkan 100 juta, apakah kembali 200 juta dalam waktu 1 bulan? 1 tahun saja baru masa tanam, belum berbuah, sekali berbuah tak sampai 100 juta.
Tanam sawit, untung besar memang, tapi masa berbuahnya itu baru setelah 3,5-5 tahun. Tidak instan.
Pelihara ikan, 10.000 ekor, perlu waktu 1-3 bulan untuk dapat dijual kembali, dan harganya pun tak mungkin 2x lipat dari harga modal.
Pelihara ayam broiler, perputaran uang cepat, 40 hari, namun modal dalam bentuk kandang, DOC, vaksin, obat, makanannya, tenaga kerja, tidak mungkin untungnya berlipat2.
Lalu bagaimana si pemilik usaha investasi dapat memutar uang anda selain dengan menjadi rentenir intelek? Money game?

Anda, sebagai pemilik modal, anda lah yang merupakan rentenir.

Dalih yang diberikan oleh yang memasarkan produknya, adalah dengan menggunakan nama-nama yang telah mendapatkan keuntungan, bahkan seringkali mendompleng nama orang terkenal.
'ah, si A juga investasi trus dapet beneran tuh untungnya sekian'
Ya, selama masih ada orang baru yang tergaet tipu manis mereka, keuntungan akan terus terlihat. Terlebih lagi biasanya orang semakin hari akan menambahkan investasi mereka menjadi semakin besar. Uang itu yang akan diputar-putar. Lambat laun, wallahualam.

Sudah tahu ada lembaga yang bernama OJK? Otoritas Jasa Keungan adalah lembaga resmi yang mengawasi industri keuangan agar tercipta industri keuangan yang sehat. Tahun 2014 lalu, OJK pernah mengeluarkan data perusahaan investasi yang 'bodong' alias tidak berizin mengelola investasi. Tentunya yang semacam ini perlu diawasi.
http://investasi.kontan.co.id/…/ojk-rilis-262-nama-investas…
Bulan november 2014, data ini direvisi kembali untuk beberapa perusahaan, yang belum terdaftar di OJK namun sudah terdaftar di lembaga lain.
http://investasi.kontan.co.id/…/ini-update-daftar-perusahaa…
Saya sangat menyayangkan ternyata masih sangat banyak orang berpendidikan yang masih terpancing investasi semacam itu. Terutama di kota besar seperti jabodetabek, manado, dan kota besar lainnya.
http://www.ojk.go.id/siaran-pers-ojk-gelar-sosialisasi-pera…

Ingat, jangan langsung percaya terhadap produk investasi yang menawarkan bagi hasil alias bunga yang terlampau tinggi. Logika lah, bank aja, bunga depositonya cuma 1-5%. Ini orang biasa koq bisa sampai kasih keuntungan investasi 100%. Pakai jin kah?
Apalagi kalau bilang tak ada resiko investasi.
Ingat, semua lini usaha pasti ada kalanya untung, ada kalanya pas-pasan, ada kalanya rugi.
Lalu, lihat, apakah ada izin usaha? Izin dari siapa? Untuk jenis usaha apa?
Ingat, izin usaha (SIUP) berbeda dengan izin usaha pengelolaan investasi!
Untuk dibaca-baca, sekedar membuat mata hati dan logika terbuka, bacahttp://keuangan.kontan.co.id/…/ini-ciri-ciri-investasi-bodo…
Jangan sampai kita menjadi rentenir intelek.
Atau terkapar karena shock nantinya jika si investasi bodong kabur dengan uang anda.
Ingat, OJK sekalipun tak akan mengembalikan uang yang anda investasikan kepada orang-orang tersebut jika suatu saat terjadi hal yang tak diinginkan.
Lama tak menulis, kali ini saya terpicu oleh sebuah status  yang di share oleh friend di facebook. Tulisan dia tentang OSPEK kampus dan tampaknya yang bersangkutan adalah orang pro-bullying.

Memang, akhir-akhir ini di timeline Facebook saya banyak berseliweran tulisan-tulisan anti-bullying saat ospek dari beberapa komunitas parenting. Mungkin yang bersangkutan tadi (yang tampaknya adalah mahasiswa yang sedang jadi senior) merasa tersentil dengan banyaknya pernyataan anti ospek dan pernyataan calon mahasiswa baru yang enggan mengikuti ospek.

Saya akan mulai dari membahas pandangan orang tersebut mengenai pro bullying di OSPEK. Menurut beliau, OSPEK adalah ajang mahasiswa baru mengenal kehidupan di teknik nantinya. OSPEK mengajarkan bagaimana mahasiswa beretika, mengikuti peraturan, menghormati orang yang lebih tua, 'tidak pernah melawan kepada yang lebih tua', tidak loyo, dan lain-lain. Menurut beliau, fisik dan mental mahasiswa harus ditempa untuk menjadi orang yang 'jadi'. Sekedar sit up atau push up sebagai hukuman itu tak apa. Dan caranya menyampaikan tak lebih dari sekedar pemikiran yang sangat mentah dari anak bau kencur yang cuma sok sebagai senior. Bahkan mendengarkan psikolog dan sosiolog sebagai patokan dalam menilai OSPEK adalah kesalahan, katanya. Bahwa pengalaman senior jauh lebih berarti. Bahwa senior tahu segalanya. Bahwa 'di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung'. Yang dia tidak tahu adalah bahwa seorang senior di kampus adalah anak bau kencur yang bahkan belum dianggap 'orang' di kehidupan nyata.

Saya langsung emosi bercampur tawa membaca tulisannya.

Memori saya langsung menampilkan kenangan-kenangan di masa orientasi kampus saya, MIPA kimia Universitas Indonesia, 2010 lalu.
Di Universitas Indonesia, kami tak dijadikan badut. Tak ada kaos kaki bola warna lain sebelah, tak ada topi aneh, tak ada dot bayi, tak ada tamparan, tendangan, tak ada benda-benda aneh. Saat saya orientasi tingkat kampus, kami diberi materi oleh orang-orang ternama di indonesia, sosiolog pak Imam Prasodjo, motivasi oleh  Prof. Rhenald Kasali, nonton film sarat makna. Yang cukup menantang adalah tugas, tugas membuat sebuat project proposal berkelompok dengan mahasiswa dari berbagai fakultas berbeda dan kita cari sendiri orang-orangnya. Itu jaman saya, sekarang, anggotanya sudah ditentukan. Di hari H, hal yang harus kami patuhi adalah untuk tidak membawa senjata tajam termasuk gunting kecil, tidak membawa kendaraan bermotor pribadi, dan wajib membawa karton buffalo berwarna merah. Itu digunakan untuk membuat pola, sama seperti maba ITB dan UGM. Tak ada tamparan. Hanya dicekoki dengan semangat membela rakyat. Kami harus menghafalkan lagu-lagu perjuangan mahasiswa.

OKK UI (orientasi tingkat universitas) memang tak seberapa berat. Orentasi yang sebenarnya adalah di tingkat fakultas dan jurusan. Saya di MIPA, yang terkenal paling religius, sama sekali tak mendapatkan kekerasan.

OSPEK di MIPA UI sarat makna. Tak ada tas aneh yang kami bawa. Kami hanya disuruh membuat name tag bertali tiga warna yang dikepang (biru-hitam-kuning, biru hitam adalah warna makara MIPA) bentuknya seperti wayang, selain itu harus membuat scrapbook berbentuk baju, jaket kuning lebih tepatnya. Scrapbook tersebut dibuka di bagian depan kekanan dan ke kiri (seperti jaket kuning), sebelah kiri berbentuk seperti jaket kuning, sebelah kanan dihiasi gambar batik handmade, di belakang ditempel karton biru-hitam. Kami datang jam 6 pagi, pulang jam 5 sore. Tugas, jangan tanya banyaknya. Scrapbook tadi diisi dengan tugas-tugas kami yaitu berbagai essay tentang tanggung jawab mahasiswa terhadap rakyat, tentang kebangsaan, dan lain-lain. Semua tugas ditulis di atas kertas bekas dan tulisan tangan. Selama masa ospek itu pernahkah kami dimarahi? Jelas. OSPEK pasti ada tim Komdis (komite disiplin kalau tidak salah) yang siap sedia memarahi kami kalau datang terlambat, tugas tidak diselesaikan dengan benar, atau bertindak tidak sopan. Apakah dihukum dengan kekerasan? Apa harus sit-up dan push up? Tidak. Sama sekali tidak. Paling dimarahi dengan ceramah singkat. Dan konsekuensinya adalah pengurangan nilai untuk mendapatkan predikat IKM aktif. IKM aktif dibutuhkan untuk dapat mengikuti kegiatan organisasi.

Di tingkat jurusan, tugas yang diberikan lebih spesifik bertema kimia. Name tag yang kami buat berbentuk erlenmeyer. Tugasnya seperti membuat peta departemen kimia, membuat jurnal praktikum dan semacamnya. Tugasnya banyak? tentu. Ada satu tugas lagi selain scrapbook dan name tag, yaitu buku perkenalan. Kami diwajibkan berkenalan dengan senior sebanyak-banyaknya, agar bisa menjadi teman dan saling tolong menolong. Kami mewawancarai semua senior yang ada di departemen kimia sebanyak banyaknya untuk mendapatkan datanya dan tandatangannya. Apakah di bully? dikerjai untuk sekedar mendapatkan tanda tangannya? Tidak sama sekali. Mereka dengan senang hati mau diwawancarai. Dengan cara itu, kami belajar berinteraksi dengan orang yang lebih tua, bukan dalam suasana yang menakutkan, namun lebih sebagai teman. Bagaimana cara menyapa orang yang lebih tua dengan sopan, bagaimana membujuk mereka untuk diwawancarai, serta bagaimana tutur kata dan gesture kita selama wawancara, dapat terlatih disana. Senior itu ada untuk membantu juniornya, bukan untuk menjadi boss.

Apakah selama 3 periode orientasi (universitas, fakultas, jurusan) kami disuruh macam-macam secara fisik? lari keliling lapangan? Ditampar? ditendang? Sama sekali tidak. Paling hanya latihan membuat border alias simulasi demonstrasi, bagaimana cara berdemo pro rakyat yang baik dan anti rusuh. Dan bagaimana melindungi tim yang ikut berdemo jika ada penyusup dan rusuh. Orientasi kami sarat makna, bukan fisik. Karena kami adalah kampus perjuangan.

Apakah selama 3 periode orientasi kami disuruh mengenakan pakaian aneh? Sama sekali tidak. Selama jangka waktu 3 bulan sejak awal orientasi, kami mengenakan pakaian yang super sopan. Di mipa biasanya menggunakan kemeja biru bawahan hitam, atau pakaian putih hitam, atau batik. Bahkan jaman saya dilarang menggunakan jeans untuk kuliah hingga masa orientasi selesai. Harus bawahan bahan biasa dan setiap Kamis diwajibkan menggunakan batik.

Apakah kami dimarahai habis-habisan, dibentak sampai nangis dan tekanan psikologis lainnya? Dimarahi iya, namun dalam kadar yang masuk akal, sangat masuk akal. Komdis akan marah jika tugas yang dikerjakan berantakan atau ada pelanggaran tata tertib. Apakah yang dimarahi hanya si pelanggar? Tidak, tapi kami semua dimarahi, kami semua bertanggungjawab, karena kami adalah satu.
Dimarahi, untuk memberi pelajaran bahwa tugas yang diberikan kepada dosen haruslah sudah sempurna. Laporan praktikum yang jumlahnya luar biasa banyak itu dikumpulkan dalam keadaan sudah lengkap, buatan sendiri, tulis tangan, data sudah benar, dan harus tepat waktu. Dimarahi dan dibentak, adalah dua hal yang berbeda.
Apakah dimarahi, berjam-jam hingga ada yang jatuh pingsan? Tidak. Karena saat awal orientasi, kami diwawancarai riwayat kesehatan masing-masing. Berdasarkan riwayat kesehatan, mahasiswa akan diberi pita yang harus dikenakan setiap kali acara ospek, pita hijau, atau kuning, atau merah. Mahasiswa yang memiliki riwayat penyakit cukup beresiko diberi pita merah. Pita merah dibolehkan keluar dari barisan pada sesi komdis. Jika kemungkinan sesi komdis berlangsung cukup lama dan outdoor, maka pita merah harus keluar saat sesi mulai. Jika pusing, maka tinggalkan barisan dan tim medis akan datang membantu. Apa saat sesi komdis kami dijemur? Ya, ada saatnya dijemur, tapi dijemur di tempat yang tidak terlalu panas. OSPEK di mipa ui jauh lebih friendly dan boleh saya bilang tanpa kekerasan.

Baiklah, mungkin kami di kimia memang tak perlu fisik kuat saat bekerja nanti karena kami akan lebih banyak di laboratorium. Tapi rekan kami di mipa lainnya, geografi, mereka butuh kekuatan fisik. Apakah mereka dibully secara fisik untuk mendapatkan 'kekuatan' fisik itu? Tidak.
Bagaimana cara mereka melatih fisik? Mereka ada jadwal jogging bersama keliling kampus setiap jumat sore. Ya, jogging bersama, dengan cara menyenangkan. Bukan tertekan. Jogging itu dilakukan hingga 1 semester kuliah. Otomatis fisik mereka jadi lebih kuat. Dan itu bukan hukuman. Hukuman mereka pun bukan dengan cara-cara aneh seperti sit up atau push up berpuluh kali.

Jadi apakah alasan 'melatih fisik' dengan bullying dapat diterima? Tidak, masih ada cara lain yang lebih menyenangkan dan jelas lebih efektif.

Kembali ke tulisan yang tadi saya katakan masih mentah pemikirannya, ada satu komentar disana yang membandingkan OSPEK dalam balutan bullying di dalamnya dengan kegiatan pramuka. Pramuka membangun keakraban senior dan junior tanpa kekerasan. teamwork diperoleh bukan karena tekanan. Semua orang tau, pramuka tidak didasari dengan kekerasan, ataupun marah-marah, namun mereka berhasil membentuk keakraban, kecekatan, keterampilan, kekuatan fisik.

Jadi apakah alasan keakraban senior-junior, kekuatan fisik, keterampilan akan diperoleh dengan tekanan/bullying saat ospek itu dapat diterima?

Lalu, apakah sebenarnya ospek itu perlu?
Menurut saya perlu, namun dalam kadar yang normal. Tak boleh ada baju aneh dan kekerasan fisik, serta harus wajar.
Mengapa perlu? Di jepang saja orientasinya ga segitunya loh. Cuma pengenalan kampus.
Ya, kalau hendak membandingkan orientasi di jepang, cina, eropa, dll, dengan Indonesia memang sulit. Kita terlebih dahulu harus melihat pola belajar mengajar di SMA di Indonesia dengan di negara-negara seperti jepang dan eropa. Di negara maju seperti jepang, peralihan dari masa SMA ke kuliah tidak terlalu besar, karena pola belajar mereka dari awal sudah menuntut mereka belajar lebih keras dan mandiri. Di negara lain, ada sistem moving class, yang sama seperti kuliah. Maka tak perlu lagi mereka beradaptasi dengan sistem kuliah. Hanya perlu pengenalan kampus saja.
Pelajar SMA di Indonesia masih sangat dimanjakan oleh gurunya. Bisa saya katakan kahwa pelajar SMA di Indonesia sebagian sangat besar belum mampu belajar sendiri, hanya segelintir SMA yang menerapkan pembelajaran mandiri yang membangun karakter dengan tugas seabrek. Bagi sebagian besar, masa SMA itu adalah masa bermain, santai, belajar tinggal dengarkan guru, semua bahan ada di buku, tugas tinggal copy paste internet. Bahkan mungkin mereka tidak tahu apa itu essay, bagaimana membuat essay yang baik. Dengan ospek, mereka dilatih membuat tugas yang seabrek, menggali informasi, membuat tugas sendiri, merangkai kata-kata secara teratur.
Jika nanti pola belajar SMA dan mahasiswa di indonesia tak lagi jauh berbeda, maka ospek dengan berbagai tugas tak lagi diperlukan. Hanya perlu pengenalan kampus.
Tapi perlu digaris bawahi, OSPEK yang saya maksud di sini adalah ospek seperti yang saya alami, yang sarat makna tanpa pembodohan dari senior dan pemborosan waktu serta tenaga untuk hal yang sia-sia.

Ingat, yang membuat peraturan di kampus adalah dosen dan pihak kampus, Bukan senior. Peraturan yang bodoh dari senior tak akan berguna di kehidupan nyata. Di dunia nyata kalian tidak akan ditampar, ditendang, sit up atau push up jika melakukan kesalahan, pun jika atasan kamu melakukannya, kalian bisa tuntut balik.
Senior bukan tuhan, yang perkataannya tidak dapat ditentang.
Senior yang baik seharusnya menampilkan kewibawaan, kecerdasan, keramahan, bukan sok jago dan sok tau.
Coba tanya ke senior kalian itu, ipk nya berapa? Mana yang dijadikan patokan pertama saat saringan lamaran kerja? IPK atau kekuatan fisik dan sok jago?

Lalu, apakah lebih baik jika tidak mengikuti ospek?
Saya rasa itu bukan ide bagus. Di masa ospek, kalian belajar berkenalan dengan orang baru, belajar membaur. Jika kalian tidak ikut ospek, saya yakin tidak akan banyak orang yang kalian kenal. Seberat apapun tugasnya, coba jalani saja. Jika kalian dapat berteman dengan orang lain, ospek tak akan terasa berat. Kalian akan butuh teman selama masa kuliah nanti. Di masa orientasi (dari ospek yang bermutu tinggi) kalian akan belajar cara belajar di kampus itu.

Kepada semua mahasiswa yang merasa akan jadi senior, belajarlah yang rajin. Jangan sok jago. Sok jago kalian itu tidak akan berguna di dunia nyata. Berilah juniormu itu cara survive di jurusanmu, bukan bagaimana cara menjadi badut dengan alasan peraturan senior adalah mutlak. Tamparlah dirimu sendiri sebelum kau menampar orang lain.

Indonesia harus maju, bukan jalan ditempat lalu mundur ke belakang karena mahasiswanya sok jago, sok tau, jadi badut, dididik dengan kekerasan.

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.