Perjalanan Pulang Kampung : Kalimantan Barat. Bagian 3-selesai

/
1 Comments
Masih di Mandor.

Bergeser sedikit dari pondok, ada tempat pembibitan. Nah, ada pohon kecil unik yang baru tumbuh. Ku tanya saudaraku, pohon apa itu. Ternyata, itu adalah pohon tengkawang yang baru tumbuh secara tidak sengaja.

Kalian tahu tengkawang?
Tengkawang ada jenis pohon yang buahnya dapat digunakan sebagai lemak pengganti dalam makanan. Biasanya sebagai pengganti lemak coklat agar harga jual produk coklatnya tidak terlalu mahal. Tengkawang ini harganya jual mahal loh. Dan ini adalah pohon khas Kalimantan. Biasanya tengkawang ini hidup di hutan. Jadi kalian bisa membayangkan lah ya, berapa banyak komoditi ekspor kita yang bisa di ambil dari hutan Kalimantan. Diambil, tanpa harus merusak.

Oh iya, tumbuhan yang tumbuh secara alami di hutan memiliki kualitas produk yang lebih tinggi. Ga percaya? Tengoklah kayu gaharu. Kayu wangi yang digunakan sebagai bahan baku parfum, yang harganya bisa ratusan juta per pohon. Gaharu alami kualitasnya lebih tinggi. Ada lagi jengkol. Jengkol hutan memiliki ukuran dan rasa yang lebih baik. Setidaknya ini berdasarkan penuturan tanteku yang bergerak di bidang pencari jengkol. hahaha. Duku hutan pun bentuknya lebih besar dan lebih manis dibandingkan duku kebun.

Hutan memberikan yang terbaik bagi manusia. Hanya saja manusia yang serakah selalu tidak sabaran dan ingin hasil yang besar dalam waktu singkat dan tanpa kerja terlalu keras.

Tengkawang yang baru tumbuh
Saat kami sedang duduk-duduk, segerombolan bapak-bapak membawa senapan lewat di depan pondok. Mereka mencari tupai. Ya, tupai adalah hewan yang diburu saat ini di sana, karena kerap merusak tanaman yang ditanam petani, termasuk di kebun ayahku. Kebun ayahku ada yang ditanami jagung. Saat mulai masak jagungnya, mulailah tupai-tupai sebesar kucing menyerbu. Tidak tanggung-tanggung, sekali serbu rombongan tupai itu bisa mencapai 100 ekor. Gila.

Kira-kira apa penyebabnya?
Orang awam pun mungkin tahu, habitat mereka rusak. Tak ada lagi makanan untuk mereka makan. Jadilah mereka menyerang berbagai tempat yang ada makanan. Lalu, kalau mereka merusak kebun, siapa yang terancam mati? Mereka juga.
Apa menurut kalian ini adil?

Tanteku juga bercerita tentang pemburu babi. Di sini, banyak orang yang berburu babi hutan. Berburu babi hutan dilakukan secara berkelompok. Namun, banyak mereka yang kemudian trauma mendalam. Mengapa?
Jadi, banyak kasus salah tembak sasaran, dan berakibat fatal. Biasanya para pemburu bergerombol, bersama dengan anaknya, saudaranya, atau tetangganya. Ketika mereka mulai menemukan jejak babi di dalam hutan, kemudian mereka mengejar dan menembaknya hingga akhirnya mati. Ternyata, yang mereka lihat sebagai babi, yang mereka tembak itu, bukanlah babi melainkan anaknya sendiri. Anaknya meninggal di tangannya sendiri. Jadi semacam halusinasi. Halusinasi yang luar biasa. Karena itulah banyak pemburu yang akhirnya trauma mendalam.

Sambil bercerita, tanteku memasak air untuk minum kopi. Airnya dari derigen. Ternyata, air minum itu harus beli. (Air mentahnya). Mengapa?
Tahukah kalian tanah Kalimantan kaya akan emas? Apalagi tanah hutannya.
Jadi banyak penambang emas liar beroperasi di sini. Namanya juga liar, tak ada lagi amdal, tak ada treatment limbah, padahal yang mereka gunakan senyawa yang sangat beracun : merkuri. Hasilnya, air se kecamatan Mandor kabarnya sudah tercemar merkuri. Oleh karena itu lebih aman jika membeli air dari kecamatan sebelah, Anjongan.

Parahnya lagi, setelah kadar emas di tanahnya terus menurun, lokasi tambang dibiarkan begitu saja, hingga membentuk kolam yang tanahnya putih mengkilap. Anehnya, oleh pemda dibuatkan gazebo. Jadi tempat rekreasi.

Balik lagi tentang kopi yang dimasak tanteku. Setelah kopi siap dia menawariku untuk mencicipi kopi itu. Kopi hitam. Aku menolak, asam lambungku akan naik seketika jika minum kopi hitam. tapi apa kata tanteku?
'ya sudah tak apa, tapi pegang kopinya'
Lho? pegang bagaimana?
Tanteku terus memaksaku memegang kopi yang ada di gelasnya. Ampas kopi yang ada di pinggir gelas, itu harus ku sentuh. Kenapa?
Adat melayu katanya, kalau ditawari tak mau, harus sentuh kopinya, agar tak kena petaka. Hahahahaha. Unik ya.

Wilayah bekas tambang emas, kini terbengkalai dan oleh pemda setempat dijadikan tempat rekreasi
Setelah puas berpanas-panasan di kawasan mantan hutan, kami berangkat menuju Pontianak lagi. Di jalan sebelum pulang, kami bertemu banyak anak sekolah. Anak-anak di sini berjalan kaki jauh sekali dari rumahnya di desa dekat hutan. Bahkan jika mereka pulang sekolah jam setengah 5, mereka baru akan sampai rumah jam 7 malam. Gila kan? Tapi mereka masih tetap sekolah. Bedakan dengan anak di jakarta yang sekolahnya bisa bawa motor, dan fasilitas-fasilitas lain tersedia, masih saja enggan sekolah.
Ada hal unik yang sebenarnya ku cari-cari sejak kami tiba di Mandor, yaitu angkotnya. Kalau dulu di Jakarta banyak orang yang naik ke atap kereta tiap pagi untuk ke jakarta karena di dalam kereta penuh sesak, berbeda dengan yang satu ini. Mereka lebih nyaman di atap angkot dibandingkan di dalam. Bahkan kalaupun di dalam angkot masih kosong, para pria dan anak laki-laki tetap naik di atas. Bahkan biasanya bertelanjang dada. Padahal, kontur jalan di Mandor ini berbukit-bukit, turun-naik dan lain-lain. Satu Pemandangan yang tak akan kalian temui di ibukota.

Naik angkot di atap, bukan di dalam, merupakan pemandangan biasa di sini
Foto di atas ku ambil di tempat yang tidak jauh dari puskesmas. Puskesmas rawat inap 24 jam di sini adalah hal yang krusial. Kenapa? Karena tidak ada rumah sakit. Jika sakit dan harus di rawat, maka harus dibawa ke Mempawah, yang jaraknya 1 jam dari sini. Saya mengapresiasi tenaga medis yang bersedia di tempatkan di daerah terpencil, seperti ini.

Puskesmas Rawat Inap
Puas berkeliling Mandor di hari Jumat itu, hari Sabtunya kami berkeliling Pontianak. Malam sebelumnya, kami makan malam di alun-alun. Alun-alun kota Pontianak letaknya di pinggir sungai kapuas. Sayang, malam itu saya sudah dalam keadaan sangat lapar, jadi tak konsentrasi lagi untuk mengambil gambar pemandangan alun-alun. Namun secara garis besar, alun-alun kota tahun ini jauh lebih baik dan ramai dibandingkan 12 tahun lalu. Lengkap dengan cafe mobile terapung (kapal yang didesain dengan kursi-kursi dan meja dan lampu gemerlap serta bisa dibawa ke tengah sungai) yang gemerlapan di malam hari, cafe-cafe pinggir sungai kapuas yang sederhana tapi cukup lah untuk menikmati sungai kapuas di malam hari. Ramai sekali orang yang datang. Parkirnya saja, memakan 3 jalur jalan raya.

Esok harinya kami mengunjungi Tugu Khatulistiwa. Kalian mungkin masih ingat ya bahwa kota Pontianak dilalui oleh garis khatulistiwa. Nah di monumen ini kita bisa lihat sejarahnya. Jadi ternyata yang mengetahui dan mendeklarasikan bahwa pontianak dilalui garis khatulistiwa itu adalah seorang ilmuwan belanda. Sudah sejak zaman dulu. maka untuk itu dibuatlah tugu kecil itu. Setelah itu barulah dibuat monumen, dengan tugu aslinya berada di bagian dalam monumen.



Nah, di dalamnya kita bisa minta dijelaskan oleh pengurus monumen tentang sejarah tugu ini. Lantai hijau yang melintang di gambar di atas itu menunjukkan garis khatulistiwanya. jadi bagian kiri adalah belahan bumi bagian utara, dan sebelah kanan lantai hijau itu belahan bumi bagian selatan.
Narsis gitu ceritanya. Maksudnya adalah aku dan ayah berada di bagian belahan bumi yang berbeda meskipun saling berhadapan
Ada lagi yang unik di dalam sini. Ada keranjang berisi telur. Katanya, disini, kalau telur diletakkan tegak, tidak akan jatuh. Benarkah? ku coba lah. Dan ternyata berhasil. Kalau dipikir, ku rasa ini tak hanya karena minimnya efek tarikan ke utara/selatan karena rotasi bumi, tapi juga efek keberuntungan dan bentuk telurnya. hahahahaha. Tapi tak apa lah. Masuk akal juga.
Telurnya berhasil berdiri tegak
Bagaimana dengan pengunjung?
Monumen ini justru banyak dikunjungi oleh wisatawan asing. Baik itu malaysia, amerika, dan wisatawan mancanegara lain. Ada juga yang dari Jakarta, Bandung. Sementara warga lokal jarang.

Di kawasan itu, ada amphiteater dan dermaga kecil, untuk kapal cafe berlabuh.

Perahu 'cafe', menjual minuman dan mi instan, tapi, di kapal itu ada tv layar datar 32 inch nya juga buat kenyamanan pengunjung


Kami menikmati segelas capuccino sambil memperhatikan kapal tongkang hilir mudik. Kalian bisa lihat ya, seberapa besar kapal yang ada di tengah sungai lebar ini. Itu kapal yang biasa berisi kontainer. Kapuas adalah sungai yang sangat besar, panjang dan dalam. Jadi kapal sebesar itu bisa masuk dan merapat. Pelabuhan-pelabuhan di Kalimantan Barat ini berada di pinggir sungai kapuas, bukan di pinggir pantai. Kota lain yang mungkin mirip seperti ini adalah Palembang, dengan sungai Musi dan jembatan Ampera yang legendaris.

Perjalanan kami di akhiri dengan belanja. Sayang aku tidak sempat mengambil gambar belanjaan kami yang unik-unik. Ya, kalimantan barat memiliki motif kain yang beragam. Motif Sambas adalah yang menjadi favorit keluargaku. Tapi masih banyak lagi motif kain Kalimantan Barat lainnya yang tak kalah eksotis dari batik. Belum lagi lampit rotannya yang nyaman, tas manik-manik yang khas, gelang manik-manik motif dayak, head band dayak, tas dari kulit rotan, dan yang tak kalah terkenal, gemstone (batu mulia). Pernah dengar batu kecubung? Batu kecubung adalah salah satu batu yang paling terkenal di Kalimantan Barat. Warnanya beragam, ada yang ungu kehitaman sampai ungu terang. Para pencinta batu mulia pasti akan minta dibelikan batu dari Kalimantan. hahahaha

Sekian sudah kisah perjalananku di Kalimantan Barat, pulang kampung.
Tak hanya menceritakan kegiatanku, aku ingin berbagi cerita tentang Kalimantan barat. Tempat yang mungkin tak familiar bagi kalian yang tinggal di ibukota negara. Aku ingin memperkenalkan pada kalian, bahwa hidup tak hanya ada di jakarta. Tengoklah sedikit keluar. Kalian akan merasakan indahnya Indonesia, uniknya Indonesia, dan betapa kaya Indonesia.

Semoga menjadi inspirasi bagi kalian semua. :)


You may also like

1 komentar:

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.