Ibu dan Mimpi Membangun Negeri

/
0 Comments
Seorang ibu adalah ujung tombak kemajuan bangsa di masa depan.
Siapa yang tidak setuju hal itu?
Ibu, adalah sumber ilmu pertama bagi anak. Ibu yang membantu anak mengenali dunianya di 2000 hari pertamanya. Di usia itu, karakter anak mulai dibentuk. Karakter yang terbentuk dari kecil, berpengaruh di masa depannya. Karakter individu masyarakat yang baik akan membawa bangsa ke arah yang lebih baik pula. Karena itu, sosok ibu merupakan sosok penting yang akan menentukan masa depan bangsa ini.

Seorang ibu harus pandai. Pandai dalam hal ini tentu tidak melulu dikaitkan dengan gelar akademik, melainkan juga pandai dari segi pengaturan emosi dan caranya memandang suatu hal. Banyak juga wanita berpendidikan baik namun masih tidak bisa mengatur emosinya pada anak, dan berpandangan sempit. Walaupun ini tak bisa di generalisasikan dan sangat bergantung pada individu.

Bagi seorang wanita pasti akan muncul saat dimana harus dihadapkan pada pilihan-pilihan berat : bekerja, ataukah jadi ibu rumah tangga?

Ini adalah pilihan yang sangat berat. Di satu sisi, pasti ia ingin sekali menggunakan ilmunya untuk hal yang bermanfaat, menghasilkan uang sendiri untuk tabungan anak-anak kelak, sebagai cadangan jika terjadi sesuatu. Namun di sisi lain, ia sangat sulit meninggalkan anak.

Mungkin hal ini sudah banyak diperbincangkan, terutama di kalangan religius. Bahwa seorang ibu, yang diam di rumah, memiliki banyak waktu dengan anak sehingga anak besar dengan penuh kasih sayang. Efeknya baik bagi si anak. Ya, mungkin itu benar.

Namun sedari kecil, saya tidak ingin hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Mengapa?

Saya terlahir di keluarga PNS-wirausaha. Ibu saya adalah seorang wirausahawati. Masa kecil saya lebih banyak dihabiskan bermain sendirian, membaca buku, main teka-teki di majalah, atau berbincang dengan nenek. Namun saya tumbuh menjadi seorang anak yang berpikiran dewasa untuk anak seusia saya, tidak manja, menyelesaikan semua sendiri. Saya bisa banyak hal dengan otodidak dulu.

Saya memandang ibu saya sebagai orang yang sibuk, namun saya selalu berpendapat sibuknya ibu saya sangat berarti. Dari ibu saya, saya belajar hal penting, bahwa hidup kita harus memberi manfaat bagi orang lain. Bahwa roda kehidupan ini berputar, kadang kita di bawah, kadang kita di atas. Dari ibu saya, saya belajar bahwa mencari uang itu tidak mudah, perlu kerja keras, hati yang kuat, dan pengorbanan yang besar. Dari ibu saya lah saya belajar, bahwa wanita itu harus tangguh, fisiknya, apalagi mentalnya. Dari ibu saya lah saya belajar, bahwa menjadi ibu yang baik tak perlu melulu harus ada di rumah.

Ibu yang baik bagi saya adalah ibu yang bisa menjadi inspirasi bagi anaknya dan orang lain.

Bagi saya, seorang ibu harus menjadi panutan, pendorong, dan tolak ukur bagi anaknya. Jadi, anak tak perlu mencari tokoh seperti Cut Nyak Dien, Marie Curie, atau tokoh wanita lain untuk dijadikan sebagai contoh wanita sukses. Ibu harus bisa memotivasi anaknya untuk menjadi seorang yang lebih baik, lebih baik darinya, dan tentunya hal ini menjadi kurang mendorong jika ibu yang selama ini ia lihat hanya diam di rumah. Akan lebih mengena jika ibu yang dilihatnya punya posisi lebih di masyarakat. Misalnya jika ibunya seorang PNS yang baik, maka anaknya akan termotivasi untuk menjadi abdi negara yang baik pula. Ibunya seorang guru, maka anak termotivasi untuk lebih mengabdikan dirinya untuk orang lain, seperti ibunya mengajari anak-anak lain selain dirinya. 'Ibu saja bisa melakukannya, mendidikku, mengatur rumah, mengabdi pada negara di saat yang bersamaan, aku juga pasti bisa melakukannya, bahkan lebih baik.'

Saya ingin menjadi ibu yang tidak hanya mengajarkan agama pada anak namun juga jiwa berbangsa dan bernegara. Bahwa apa yang kita lakukan di masa depan alangkah baiknya jika itu demi kemajuan bangsa dan negara. Bahwa kita tidak melakukan sesuatu hanya untuk kemaslahatan kita sendiri, namun juga harus demi kemaslahatan orang banyak.

Bagi saya, pekerjaan seorang ibu harus memiliki nilai lebih dari sekedar hitungan uang. Dokter, peneliti, guru, dosen, abdi negara, gajinya memang kecil, namun pekerjaannya berarti demi pembangunan bangsa.
Dengan demikian anak bisa bangga. Misalkan ibunya peneliti, maka harapannya anak akan merasa 'ibu memang jarang di rumah, tapi dengan ibu bekerja, ibu bisa menemukan hal baru yang bisa berguna bagi orang banyak'. Misalkan ibunya dokter, maka harapannya anak akan merasa 'ibuku bisa menyelamatkan nyawa banyak orang'.

Memang, dilemanya adalah masalah pengaturan waktu. Karena itu banyak yang memilih untuk menjadi pedagang, atau wirausahawati.

Ya, itu salah satu yang baik. Tapi bagi saya, saya tidak ingin hanya sekedar menjadi seorang reseller. Karena reseller hanya menguntungkan supplier dan diri sendiri. Saya ingin menjadi seorang wirausahawati yang dapat mempekerjakan 5 orang atau lebih. Entah home industry atau skala menengah. Mengapa? Lagi-lagi saya ingin menunjukkan pada anak saya kelak, bahwa kita hidup tidak sendirian. Meskipun hanya usaha kecil, kita bisa menghidupi orang lain. Menghidupi, bukan sekedar bersedekah. Agar kelak saat ia besar, ia dapat termotivasi untuk menjadi pengusaha yang dapat melebarkan usahanya sehingga dapat membuat lapangan kerja, mempekerjakan puluhan, ratusan, ribuan orang, menghindarkan pekerjanya dari status pengangguran. Membangun ekonomi Indonesia menjadi lebih baik.

Semua itu akan lebih mengena jika kita berbicara dari sudut pandang orang pertama, bukan sekedar menceritakan sejarah kesuksesan orang lain.

Saya tidak mendiskreditkan ibu rumah tangga. Pandangan orang bisa bermacam-macam. Cara ibu mendidik pun bermacam-macam. Mengurus rumah memang salah satu pekerjaan mulia. Mungkin dengan menjadi ibu rumah tangga ia bisa memotivasi anaknya lebih baik lagi. Apa yang saya kemukakan ini berasal dari sudut pandang learning by doing, yang biasanya lebih mudah di tangkap dibandingkan nasihat. Setidaknya bagi saya.

Namun kembali lagi pada diri wanita itu masing-masing, dan tentunya sang suami. Karena setanggung apapun dia, wanita juga butuh tumpuan untuk tetap berdiri tegak.

Untuk semua ibu dan ayah yang telah mendidik anak-anak Indonesia. Terima Kasih.

NB : ini pendapat pribadi. yang tidak setuju mohon maaf ya.


You may also like

Tidak ada komentar:

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.